RENDEZVOUS # 2
-->
Saat ini, jika aku menghentikannya maukah dia berhenti?
Jika aku bilang, jangan pergi maukah dia tetap tinggal?
Aku masih diam di tempatku. Memainkan jari-jariku dengan resah. Berulang-ulang menatap layar ponselku. Aku tahu hari ini dia akan pergi. Entah, setelah hari ini akankah hatiku baik-baiknya. Selama ini, mungkin aku yang terlalu bodoh. Tak pernah bertanya cinta padanya. Aku terlalu takut. Takut menyadari, aku patah hati.
Raka, dia yang selalu di sampingnya. Aku lihat dia juga bahagia bersamanya. Mereka sungguh dekat. Seringkali semua itu membuatku sangat terabaikan. Lantas aku semakin takut menyadari rasa cemburu itu disebabkan ada cinta untukknya. Hari itu, aku menyadari memang benar. Cinta ini. Cinta ini masih ada untuknya.
Hari itu, saat melihat dia terbaring dengan infus di tangnnya. Aku merasa ikut terluka. Aku begitu takut kehilangannya. Saat itu juga, aku menyadari satu rasa. Tapi aku tak mampu berkata tentang hatiku. Tentang hatiku yang meyimpan cinta untuknya. Hari itu juga, aku melihat dia tersenyum. Senyum yang telah lama hilang semenjak neneknya meninggal. Raka, dia yang mengembalikan senyum itu. Raka ada di sampingnya, sedangkan aku hanya berani melihatnya dari jauh. Berdiri di balik tembok. Mendengar mereka berdua saling bercerita kisah masa kecil mereka.
“Apa yang kau lamunkan?” tanya Rea.
“Ah, tidak ada,” jawabku gugup karena sedang ketahuan melamun. “Apa yang kau bawa?” tanyaku asal untuk menututpi gugupku.
“Cokelat batangan. Aku ingin membuat cokelat beruang untuk acara besok. Ah, aku jadi teringat Kania. Dia yang mengajriku membuatnya. Hari ini dia berangkat ke Jepang kan?”
Aku tak bereaksi. Masih tetap menekuri layar ponselku.
“Aku masih ingat tiga tahun lalu. saat aku ke rumahnya dia sedang membuat cokelat beruang. Katanya untuk orang yang dia sayang.”
“Cokelat beruang? Dia membuatnya?”
“Iya, aku melihatnya,” jawabnya tegas.
Aku segera beringsut dari tempat dudukku. Berlari meninggalkan Rea, yang mungkin menatap punggunggku dengan melongo.
Ya, aku juga masih ingat hari itu. tiga tahun lalu. dia memberiku cokelat beruang. Ternyata dia juag berbohong padaku. mengapa? Apa rasa itu juga sama. Saat itu aku juga berbohongnya. Hari itu, tak penting aku mendapat banyak cokelat dari teman cewekku. Bagiku saat itu, mendapat cokelat darinya. Itu yang terpenting. Itu yang paling kunantikan. Hari itu, aku sengaja aku tak memberinya cokelat. Karena bagiku, dia special maka aku memberinya gantungan ponsel yang kubuat sendiri. Aku ingin dia menyadari, dia yang kupilih. Dia yang aku istimewakan.
Terlambat sudah. Tak mungkin menemuinya di bandara. Secepat apa pun aku melajukan mobilku. Aku pasti terlambat. Mengapa tak dari dulu kutanyakan itu? Aku merogoh saku kemejaku. Mengambil ponselku, berniat menelponnya. Tapi tiba-tiba peringatan baterai lemah. lantas dalam hitungan detik. Ponselku mati. tak ada changer. Aku menepikan mobilku. Mengedarkan pandangan. Melihat bocah laki-laki berseragam SMA.
“Bisa aku pinjam ponselmu? Ponselku mati. ini sangat penting,” ucapku dengan nafas memburu. Dia terlihat ragu.
“Aku akan membayarmu dua ratus ribu,” lanjutku seraya mengeluarkan dua lembar ratusan ribu dari dompetku.
Segera dia merogoh saku celananya. Menyerahkan ponselnya dan mengambil uang dari tanganku.
Tanpa ba-bi-bu. aku mengatakan semuanya. Semua yang saat ini ada di kepalaku. Aku bilang padanya. aku tak akan menghentikannya. Aku tahu ini impiannya. Lantas dengan tegas aku berkata padanya: aku mencintaimu. aku juga berkata aku akan menunggunya. Tapi tak ada jawaban darinya. Aku tak mendengar dia berkata.
“Kania? Kau mendengarku?”
“Aku mendengarmu. Sangat jelas…”
Akhirnya dia menjawab.
“Aku akan kembali. Sungguh.”
Dia bilang dia akan kembali.
“Aku akan kembali untukmu.”
Dia akan kembali untukku. Mengapa?
“Aku mencintaimu.”
Dia juga mencintaiku
…
Belum ada Komentar untuk "RENDEZVOUS # 2"
Posting Komentar