Clair: Sepasang Mata Itu
-->
Aku masih saja resah. Gelisah. Tak lelap dalam tidur siangku. Terjaga tiap tidur malamku. Lantas ketika aku teringat tiga hari yang akan datang aku semakin membeku dalam sepi. Dadaku bergemuruh dengan hebat. Kakiku dingin. Dan aku menjadi takut, sedang pikirku terus bertanya. Mengapa harus takut? Apa yang aku takutkan?
Dan ketika lolongan itu semakin menguasai malam. Aku ingat sepasang mata itu: Clair. Sepasang mata itu yang dulu mengajariku arti kenyataan hidup. Sepasang mata yang berbinar penuh harapan itu mengajariku untuk selalu bangun, berdiri, belari, berlari hingga kau raih. Clair, temanku yang hebat dengan sepasang mata ajaib.
Hari itu sepasang matanya buram oleh air mata. Sepasang mata itu berair. Terus saja berair. Itu hari terberat untuknya. Sepasang mata yang bercahaya saat menceritakan ayah terhebatnya kini sembab. Sepasang mata yang menjelma menjadi prisma cahaya ketika bercerita Paris dengan musim dinginnya kini kehilangan cahaya. Hari itu, harusnya aku meminjamkan bahuku untuknya. Meghapus air matanya, menghiburnya, menguatkannya. Tapi hari itu, Clair dengan sepasang mata itu seolah berkata padaku. “Semua akan baik-baik saja.”
Ayah terhebatnya meninggal dunia hari itu. Clair dengan sepasang mata berjuta cahaya menyadarkanku satu hal. Hidup memang tak selamanya bahagia. Tapi sepasang mata itu juga menyadarkanku, “Itu hanya sebagian kecil dari begitu banyak nikmat yang telah diambil.”
Masih jelas olehku. Siang yang dingin oleh hujan bulan Juni, Clair dengan sepasang mata yang kembali bersinar. Berkilauan. Berkelap-kelip. “Aku tak lupa dengan impianku.” Clair, temanku yang hebat. Dia tak menggurui, dia tidak hadir dengan sejuta nasihat, dia tak datang dengan seribu kata. Clair, temanku yang hebat, dia datang dengan impian yang dia tularkan padaku. Clair dengan sepasang mata itu, datang padaku dengan kenyataan. Semangat yang dia buktikan. Semangat yang dia wujudkan. Semangat yang bukan hanya fatamorgana, tapi kenyataan yang bisa diraih.
Malam ini, aku berusaha kembali belajar dari sepasang mata itu. Tentang kenyataan yang harus aku hadapi. Aku harus tegar. Tegar dan terus merancang jalan ke luar seperti yang pernah Clair tunjukkan padaku. Aku tahu saat ini dia terus berjuang. Aku tahu dia tak akan mudah terjatuh. Aku tahu dia semakin kuat. Aku juga tahu aku ingin sekuat dirinya. Clair dengan sepasang mata itu.
Untuk tiga hari yang akan datang. Aku siap dengan kenyataan apapun. Semoga kau meraskan ini Clair. “Aku juga tak lupa dengan impianku.”
25 Desember 2010/ 7:00 PM
Kartika Hidayati
Belum ada Komentar untuk "Clair: Sepasang Mata Itu"
Posting Komentar