Ini adalah ketika kamu menjadi inspirasi.
Lalu hilang seperti buih.
Tanpa meninggalkan jejak.
Tanpa sebuah pesan
Hilang....
dan tanpa membawaku lesap bersamu.
Lima puisi ini pernah dimuat di Majalah Warta Bahari edisi 97 Desember 2017. Sebuah ketidakpercayaan, untuk kali pertama mengirimkan puisi dan seketika dimuat. Ketika itu, bahkan honor menulis diantar oleh Bapak Turah Untung.
PUISI
Kartika Hidayati*)
LARUNG
/1/
Adalah ramadhan ketiga belas
Ia masih menjaga suci
untuk lelaki yang pergi dari Kota Poci
dengan janji akan kembali
membawa utuh hati, membawa dermaga cinta
Adalah laut yang mendesir pesan
Mengirim rindu yang entah didengar
Tiga belas tahun lalu laut bisu
menyaksi pisah
Kapal membawa lelakinya pergi
Adalah setengah purnama
Menjadi dewa di atas laut yang senyap
Mengantar mata air untuk lelakinya
Ia, perempuan berkerudung abu-abu
masih saja setia dengan doa.
Doa-doanya larung bersama ombak
Larung bersama pekat laut...
LINDAP
/2/
Semesta meremang
Ia masih hibuk menyisir pantai
Menyesap baur laut yang tertimpa
cahaya keemasan
Malam melindap
Laut sudah anggun dengan pekatnya
Di sana,
perempuan berkerudung abu-abu
melantun nama-nama Tuhan
melafal doa-doa yang basah
oleh mata airnya
LURUH
/3/
"Wanita harus tunduk pada takdir"
Perempuan itu menyusut mata air
berkali-kali
Mamaknya menerima lamaran
seorang Bapak beranak dua, duda
pelebur besi
Legam kulitnya mengoar aroma leleh
besi-besi
"Wanita tak harus tunduk pada takdir"
Ia menepis mamaknya, menolak lamaran
Ramadhan ketiga belas jadi saksi
Perempuan berkerudung abu-abu
masih bisu berjanji dengan lelaki lain
Malam itu genap purnama
Ia luruh dalam malam Tuhan
Luruh dalam sujud yang khusuk
LESAP
/4/
Malam ini aku mengenang ia
yang pernah menjadikanku istimewa
Tanpa mawar, tanpa
hati merah jambu
Ia datang membawa penghulu,
membawa Bapaknya
membawa selingkar cinci
Malam ini aku mengenang ia
Ketika jiwanya ada dalam tubuhku
Ketika napasnya ada dalam paruku
Ketika detaknya ada dalam jantungku
Ketika peluhnya ada dalam kulitku
Ketika kali pertama kami berkasih
dalam rahmat Tuhan
Malam ini aku mengenang ia,
lelaki laut
Laut adalah ibunda, muara kasihnya
Malam ini aku mengenang ia,
menantinya
Pada lautnya aku berkabar,
aku sudah bebal dengan penantian
Malam ini aku lesap dalam lautnya,
aku kalah
Aku meregang
Aku hilang
...lesap
PULANG
/5/
Aku adalah lelaki laut
Pulang demi seorang perempuan
yang mengantar wangi subuh
Aku adalah lelaki laut
yang telah meminang perempuan karang
Ia sujud dalam debur,
Ia sujud dalam debur,
ia bertasbih bersama gelombang
Aku adalah lelaki laut
yang telah ingkar janji pada mata
air yang tenang
Mata air yang dulu membawaku
dalam muara surga
Aku adalah lelaki laut
yang kembali pulang ketika
malam takbiran ketiga belas
Aku pulang, Nur...
Semoga kau masih menungguku
Di atas karangmu, di atas
keteguhanmu
Tegal, Juni 2016
Pages:
1
2
3
Belum ada Komentar untuk "SEBUAH PUISI"
Posting Komentar