Surat Cinta September
Seperti pagiku di sini dan seperti siang kemarin ketika aku menerima surat cintamu, aku menitip banyak doa kepada Allah. Menggantungkan cita-cita kepada-Nya, semoga kelak semua mewujud nyata. Kita akan bersama di jalan Tuhan dengan cinta yang utuh, penuh, dan seluruh atas nama Tuhan.
Aku ingin selalu meyakini, kita bisa senantiasa berbagi. Tentang cerita-cerita baru yang kutemukan di kota orang. Tentang cerita-cerita lucu yang kautemukan di kota kelahiran. Maka, pagi ini ketika dari sebelah pintu yang terbuka aku menemu cayaha Tuhan, aku ingin bercerita untukmu. Tentang kamu adalah mozaik satu-satunya.
Aku masih ingat, malam itu gerimis begitu lembut. Angin malam terasa begitu dingin menyentuh kulit. Di pelantaran toko yang temaram dan sepi, kamu duduk sendiri. Hening. Mungkin hatimu penuh doa untukku. Supaya aku menujumu dengan selamat. Waktu itu, Jogja telah memberi kita makna bahwa kerinduan adalah bahasa cinta. Bahwa menunggu adalah bahasa cinta. Dan kau memberiku bahasa cinta itu.
Pula masih jelas dalam ingatan ketika di stasiun kamu menitipku kepada Tuhan. Perjalanan memberi kita makna bahwa perjuangan menggapai cita tidak mudah. Seperti pula cinta kita yang tidak selalu sederhana. Cinta dan cita-cita tidak selalu sederhana. Tapi, dalam kesederhanaan dan kesehajaanmu aku merasakan, kamu hadir menujuku dengan cinta yang bersih seperti langit Tuhan pagi ini.
Salam sayang dari Semarang
Kartika Hidayati
Belum ada Komentar untuk "Surat Cinta September"
Posting Komentar