Recent Posts

    Surat - Suratmu Menguatkanku

    Kepada kawanku yang tak lelah bermimpi
    di rumah imajinasi

    Apa kabar kawan? Semoga kau masih tersenyum. Bahagia dengan duniamu sekarang. Maaf aku baru sempat membalas suratmu. Bukan aku melupakanmu. Bukan pula aku mengabaikanmu. Bukan. Lebih dari sajak apa pun, surat-suratmu masih saja sajak paling indah bagiku. Dulu dan sekarang. Tidak berubah. Surat-suratmu menguatkanku.

    Aku baik dan bahagia di sini. Kau jangan terlalu mengkhawatirkanku. Sengaja aku menulis surat untukmu malam ini. Setelah sebulan suratmu kubaca. Karena aku ingin banyak cerita untukmu. Semoga tak pernah lelah membaca ceritaku.

    Seperti halnya kamu. Aku pun demikian. Aku masih mengingat kelas pertamaku. Tak ada lantai marmer, papan tulis besar, kursi nyaman, penyejuk ruangan, dan musik. Yang ada hanya semangat ingin mengenal huruf, menulis huruf, dan menghitung angka. Tak ada tawa anak remaja, yang ada hanya senyum samar. Tak ada celoteh penuh canda, yang ada hanya sapaan hormat. Itulah kelas pertamaku. Bersama nenek-nenek yang kesehariannya menanam padi. Ya, itu memang kelas pertamaku bersama tiga kawan seperjuanganku. Aku masih ingat betul.


    Dan entahlah siang tadi dan petang tadi aku lupa. Itu kelas keberapaku? Sungguh lain rasanya. Semua jauh berbeda. Tapi kau tak usah khawatir, kawan? Aku suka di kelasku sekarang. Dan apa kau masih ingat sajak yang pernah kutulis? sajak "Aku Rindu Kelasku" Itulah kelas yang aku impikan kawan. Aku ingin berada di kelas itu. Berseragam wagi, tersenyum hikmat, mereka menyapaku, aku balas menyapa mereka. Aku bercerita tentang impian, dan mereka bercerita tentang mimpi mereka.

    Lantas bukan berarti aku tak mensyukuri apa yang ada sekarang. Bukan itu maksudku. Aku hanya sedang merindukan kelas impianku. Itu saja. Kuharap kamu memakluminya kawan. Seperti sekarang aku merindukanmu. Merindukan saat kita dulu berkemah. Memanah mangga muda Pok Hindun. Menyeberangi sungai penuh lumut. Menunggangi kerbau Eyang Kakung. Aku merindukanmu. Sama halnya aku merindukan sajak-sajakmu.

    Kuharap kita akan bertemu. Kembali bertemu. Bukan waktu yang singkat, tapi waktu yang lama. Aku ingin kita kembali menulis cerita di bawah cemara dekat musala. Oya, kawan. Tentang rasa itu, aku kembali membunuhnya. Aku masih ingin berjalan lurus, hingga tiba saatnya nanti aku harus berbelok aku akan berbelok. Jadi, aku tak bisa bercerita tentangnya padamu. 

    Cukup sekian surat dariku kawan. Aku selalu menanti balasan suratmu. Satu hal itu kau memang benar. Email, sms, telepon, facebook, twiter belum mampu mengobati rindu. Saat ini rindu itu masih sama. Dapat dinetralisir dengan surat yang ditulis tangan. Yang diantar pak pos bermotor orange. Lantas aroma kertas dan aroma perangko menyeruak, mengusik aroma siang. Itulah obat rindu kita.

    Salam hangat dariku,
    kawanmu yang menyakini harapan
    di beranda impian

    Belum ada Komentar untuk "Surat - Suratmu Menguatkanku"

    Posting Komentar

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel