Recent Posts

    Sinestesia

    Tidak banyak yang berubah darinya. Cara dia tersenyum, mengangguk, menggeleng, dan caranya berbicara. Dia masih suka dengan sinestesia ditambah kedipan mata yang terkadang membuatku tersenyum geli.
    "Hentikan," aku hampir sesak napas menahan tawa. "Kalau kau teruskan aku pergi," aku pura-pura marah padanya.

    "Kamu sangat manis saat memakai kebaya." Dia mulai lagi dengan sinestesia andalannya. Mengapa tidak bilang aku cantik saja? Memang sudah kebiasaannya mempertukarkan dua indera yang berbeda dalam kalimat yang diucapkannya. Memangnya dia pernah mengecap wajahku? Mempertukarkan indera pengecap dengan indera penglihatan dengan mengatakan wajahku sangat manis.
    "Baiklah, lalu?" balasku.
    "Jangan pasang wajah dingin, aku sungguh takut. Tersenyumlah, bukankah ini hari bahagia?" Benar-benar tuh anak. Lagi-lagi dia mempertukarkan indera peraba dengan indera penglihatan. Kalau sudah seperti ini, aku membalasnya.
    "Kau mendengarnya? Pidatonya sungguh hambar."
    "Hai, bukankah dia saudaramu? Berani sekali kau ini. Aku juga tidak bisa memungkiri, wajahnya juga tak sedap dipandang."
    "Ah, kau ini. Tega sekali."
    "Dia itu jauh berbeda denganmu. Kau tahu mengapa aku menyukaimu. Bicaramu sungguh lembut. Membuatku sangat tergila-gila," ujarnya seraya mengedipkan matanya.
    Kau bisa melihatnya sendirikan? Ucapannya penuh dengan sinestesia. Bisa kau temukan ada berapa sinestesia dalam percakapan kami?

    Belum ada Komentar untuk "Sinestesia"

    Posting Komentar

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel